Contoh Merger dan Definisi
Contoh Merger dan Definisi
1.
PENDAHULUAN
Persaingan
usaha sudah dirasakan semakin ketat. Memasuki era pasar bebas, persaingan usaha
diantara perusahaan terus menjadi bahan pemikiran para pemegang kebijakan.
Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan
agar dapat bertahan, berdaya saing bahkan lebih berkembang. Untuk itu
perusahaan perlu mengembangkan suatu strategi yang tepat agar perusahaan bisa
mempertahankan eksistensinya dan memperbaiki kinerjanya. Kinerja yang baik akan
mendorong atas pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan sendiri merupakan tujuan dan
esensial bagi keberhasilan dan kehidupan banyak perusahaan. Pertubuhan
perusahaan dapat bersifat internal dan eksternal. Pertumbuhan perusahaan dapat
dilakukan oleh perusahaan dengan cara penggabungan. Salah satu usaha untuk
menjadi perusahaan yang besar dan kuat adalah melalui penggabungan usaha atau
yang biasa disebut merger dan akuisisi. Penggabungan usaha dilakukan atas dasar
pertimbangan hukum, perpajakan atau alasan lainnya. Menurut Hartono (2003)
akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan didasari oleh beberapa alasan antara
lain economic of scale, memperbaiki manajemen, penghematan pajak,
diversifikasi, dan meningkatkan corporate growth rate. Economic of scale
maksudnya adalah perusahaan harus berusaha mencapai skalai operasi dengan biaya
rata-rata terendah. Skala ekonomi bukan hanya dalam artian proses produksi saja
melainkan juga dalam bidang pemasaran, personalia, keuangan serta administrasi.
Penggabungan
usaha dapat dilakukan dengan cara internal yaitu penggabungan yang dilakukan
dengan cara memperluas kegiatan usaha yang ada sedangkan penggabungan secara
eksternal adalah dilakukan dengan cara membeli perusahaan yang sudah ada oleh
perusahaan yang sudah besar.
Perubahan-perubahan
yang terjadi setelah perusahaan melakukan merger biasanya nampak pada kinerja
perusahaan dan penampilan finansial. Untuk menilai keberhasilan merger dapat
dilihat dari kinerja perusahaan.
Pada
dasarnya ketika perusahaan sudah melakukan merger tentu akan mengelami keuntungan
bagi perusahaan yang melakukannya dan itu merupakan tujuan utama penggabungan.
Namun ternyata di lapangan terlah terjadi penggabungan dua perusahaan itu
justru yang mengalami keuntungan adalah perusahaan pesaing. Kondisi seperti ini
terjadi pada perusahaan telekomunikasi dimana telah terjadi proses merger PT XL
dengan PT Axix tetapi yang mengalami keuntungan PT Indosat Tbk sebagai pesaing
mereka. Sebagaimana diklaim oleh direktur PT Indosat bahwa dengan
dimergernya Axis oleh XL, PT Indonsat Tbk diuntungkan dengan bertambahnya
pelanggan yang berdampak pada keuntungan hal ini dibuktikan dengan bertambahnya
pengguna IM3 setelah proses itu dilakukan.
Melihat
kenyataan ini tentu kalau dikaji dari segi teori bahwa perusahaan akan dimerger
atau diakuisisi apabila akan menghasilkan keuntungan, terlepas dari motif
ekonomi maupun non ekonomi tetapi pada kenyataanya justru yang diuntungkan
pihak pesaing, maka dari itu penulis mencoba mengkaji sejauh mana peran merger
dan akuisisi yang dilakukan oleh PT XL kepada PT Axis dalam meraih keuntungan.
2.
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Definisi
Merger
Banyak para ahli yang mendefinisikan
tentang merger, diantaranya Brian Coyle (2000) merger dapat diartikan secara
luas maupun secara sempit. Dalam pengertian luas, merger menunjuk pada setiap
bentuk pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya, pada saat
kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut disatukan. Pandangan sempit
mengenai merger merujuk pada dua perusahaan dengan ekuitas hampir sama,
menggabungkan sumber-sumber daya yang ada pada kedua perusahaan menjadi satu
bentuk usaha.
Merger menurut Morris (2000) adalah “the
absorption of one corporation into another corporation,….. Usually but not
always, the selling corporation’s shareholders receive stock in the buying corporation”
. Bagi Morris merger dapat dengan mudah dimengerti sebagai suatu bentuk yang
secara struktural serupa dengan pengambilalihan saham. Sedangkan menurut Christopher bahwa merger
adalah penggabungan bersama dua atau lebih perusahaan menjadi satu bisnis
menurut basis yang disetujui semua pihak oleh manajemen perusahaan dan pemegang
saham (Christopher, 2006)
PSAK No. 22, menyatakan bahwa
penggabungan usaha dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akuisisi dan penyatuan
kepemilikan. Akuisisi (acquisition) adalah suatu penggabungan usaha dimana
salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas
aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree) dengan memberikan
aktiva tertentu, mengakuisisi suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
B.
Motif
Melakukan Merger
Menurut Sartono (1998) ada beberapa
alasan yang mendorong perusahaan untuk melakukan merger maupun akuisisi,
diantaranya:
a) Skala
yang ekonomis, yang dimaksud dengan skala yang ekonomis adalah skala operasi
dengan biaya rata-rata terendah. Tidak jarang dengan melakukan merger maka
usaha pemasaran dapat lebih efisien dan sistem akuntansi akan lebih baik. Skala
ekonomis bukan hanya dalam artian proses produksi saja melainkan dalam bidang
pemasaran, personalia, keuangan, tetapi juga bidang administrasi.
b) Memperbaiki
manajemen, kurangnya motivasi untuk mencapai profit yang tinggi, kurangnya
keberanian untuk mengambil resiko sering mengakibatkan perusahaan kalah dalam
persaingan yang semakin sengit. Dengan merger atau akuisisi maka perusahaan
dapat mempertahankan karyawannya hanya pada tingkat yang memang diperlukan
sehingga kemakmuran pemegang saham dapat ditingkatkan.
c) Penghematan
pajak, sering perusahaan mempunyai potensi memperoleh penghematan pajak, tetapi
karena perusahaan tidak pernah dapat memperoleh laba maka penghematan itu
kecil. Dari sisi perusahaan yang sedang berkembang, hal ini mempunyai manfaat
ganda, disamping adanya penghematan pajak juga untuk memanfaatkan dana yang
menganggur karena perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan pada umumnya
memiliki surplus kas sehingga beban pajaknya dapat menjadi besar.
d) Diversifikasi,
alasan ini adalah pendorong bagi perusahaan yang ingin memiliki jenis usaha
yang lebih besar tanpa harus melakukan dari awal. Dengan diversifikasi maka
resiko yang harus dihadapi atas suatu saham dapat dikompensasi oleh saham yang
lain dengan demikian resiko secara keseluruhan menjadi lebih kecil.
Menurut Moin bahwa pada prinsipnya
terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger yaitu
motif ekonomi dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi
tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham. Disisi lain, motif non ekonomi adalah motif yang
bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan, tetapi didasarkan pada
keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan
(Moin, 2003).
a) Motif
ekonomi, Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka
panjangnya adalah untuk mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh sebab itu
seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai
tujuan tersebut.
b) Motif
sinergi, salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger dan
akuisisi adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan
perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan
nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan
melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen
perusahaan yang bergabung.
c) Motif
diversifikasi, diversifikasi adalah strategi perkembangan bisnis yang dapat
dilakukan melalui merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung
aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan
tetapi jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka
perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti (core
competence).
d) Motif
non-ekonomi. Aktivitas merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk
kepentingan ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat
non-ekonomi, seperti prestise dan ambisi. Motif non-ekonomi dapat berasal dari
manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
C.
Tipe-tipe
Merger
Merger berdasarkan aktivitas ekonomik
dapat diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu: (Moin, 2003)
1) Merger
horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam
industri yang sama.
2) Merger
vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak
dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi.
3) Merger
konglomerat. adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing
bergerak dalam industri yang tidak terkait.
4) Merger
ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan
untuk secara bersama-bersama memperluas area pasar.
5) Merger
ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau perusahaan untuk
memperluas lini produk masing-masing perusahaan.
Keberhasilan atau kegagalan suatu merger
dapat dilihat pada saat proses perencanaan. Pada saat proses ini biasanya
terjadi sudut pandang yang berbeda-beda antara fungsi organisasi dalam
menanggapi pengambilan keputusan merger dan akuisisi seiring dengan
meningkatnya momentum, selanjutnya terjadi rancunya pengharapan dimana terjadi
perbedaan-perbedaan harapan di pihak manajemen. Dari proses tersebut dapat
memunculkan faktor-faktor yang yang memicu kegagalan merger yaitu:
1) Perusahaan
target memiliki kesesuaian strategi yang rendah dengan perusahaan
pengambilalih.
2) Hanya
mengandalkan analisis strategik yang baik tidaklah cukup untuk mencapai
keberhasilan merger.
3) Tidak
adanya kejelasan mengenai nilai yang tercipta dari setiap program merger.
4) Pendekatan-pendekatan
integrasi yang tidak disesuaikan dengan perusahaan target yaitu absorbsi,
preservasi atau simbiosis.
5) Rencana
integrasi yang tidak disesuaikan dengan kondisi lapangan.
6) Tim
negosiasi yang berbeda dengan tim implementasi yang akan menyulitkan proses
integrasi.
7) Ketidakpastian,
ketakutan dan kegelisahan diantara staf perusahaan yang tidak ditangani. Untuk
itu tim implementasi dari perusahaan pengambilalih harus menangani masalah
tersebut dengan kewibawaan, simpati dan pengetahuan untuk menumbuhkan
kepercayaan dan komitmen mereka pada proses integrasi.
8) Pihak
pengambilalih tidak mengkomunikasikan perencanaan dan pengharapan mereka
terhadap karyawan perusahaan target sehingga terjadi kegelisahan diantara
karyawan.
D.
Faktor-Faktor
Keberhasilan Merger
Hunt dkk. (1987) mengakhiri penelitian
mereka dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memberikan kontribusi kepada
kesuksesan dan kegagalan akuisisi. Faktor-faktor yang dianggap memberi
kontribusi terhadap keberhasilan merger yaitu:
1) Melakukan
audit sebelum merger.
2) Perusahaan
target dalam keadaan baik.
3) Memiliki
pengalaman merger sebelumnya.
4) Perusahaan
target relatif kecil.
5) Melakukan
merger yang bersahabat.
E.
Pengaruh
Merger terhadap Kinerja Perusahaan
Menurut helfert (1996: 670) kinerja
perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara
terus menerus oleh pihak manajemen dalam mencapai tujuan. Dua kriteria yang
digunakan untuk menilai kinerja manajemen yaitu efektivitas dan efisiensi.
Adapun pengertian efektifitas diartikan sebagai kemampuan suatu unit mencapai
suatu tujuan yang diinginkan, sedangkan efisiensi meggambarkan beberapa yang
diperlukan untuk menghasilkan suatu unit keluaran. Jadi pada dasarnya kinerja
perusahaan merupakan suatu ukuran beberapa efisien dan efektif seorang manajer
atau perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Payamta (2001) keputusan merger
dan akuisisi mempunyai pengaruh besar dalam memperbaiki kondisi perusahaan,
meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dalam penampilan financial
perusahaan. Perubahan-perubahan ini akan tampak pada laporan keuangan baik
berupa laba bersih, laba persaham, atau likuditas sahamnya.
3.
METODE
PENELITIAN
Metode
yang digunakan dalam analisis permasalahan ini yaitu menggunakan metode
deskriptif. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011) “penelitian
desktiptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau
menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan
menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual”. Sedangkan,
Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah sebuah
metode yang berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya
kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang
berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang
sedang berlangsung.
Dari
kedua pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa metode penelitian deskriptif
adalah sebuah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan
sesuatu fenomena, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang
berkembang, dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara
aktual. Dengan demikian, penulis beranggapan bahwa metode penelitian deskriptif
sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis. Karena dalam
penelitian ini, penulis berusaha mendeskripsikan sebuah masalah atau fenomena
yang terdapat pada novel Bocchan karya Natsume Souseki.
4.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Tren
industri telekomunikasi yang terjadi saat ini mengalami perkembangan yang
sangat signifikan baik dari segi pemain maupun pengguna. Pangsa pasar yang sangat
besar di Indonesia khususnya anak muda merupakan satu peluang yang sangat
prosfektif dan menjanjikan dan telah mampu ditangkap serta dimamfaatkan dengan
baik oleh XL .PT XL mampu melihat dan menganalisa karakter serta kondisi anak
muda Indonesia yang sangat kompleks dan variatif yang artinya juga memiliki keinginan
dan hasrat yang beragam.
Teknologi
telekomunikasi yang ada masih dalam tahap pengembangan sehingga masih akan
muncul teknologi atau fitur baru di masa depan.
PT Excelcomindo Pratama Tbk merupakan sebuah perusahaan operator
telekomunikasi seluler di Indonesia. XL mulai beroperasi secara komersial pada
tanggal 8 Oktober 1996, PT XL merupakan perusahaan swasta pertama yang
menyediakan layanan telepon seluler di Indonesia. PT XL juga menyediakan layanan
korporasi yang termasuk Internet Service Provider(ISP) dan VoIP.
Perusahaan
lain yang dikenal di Indonesia salah satunya adalah PT axis. PT AXIS Telekom
Indonesia (dulunya PT Natrindo Telepon seluler) adalah perusahaan operator
telekomunikasi seluler di Indonesia. AXIS mulai berdiri sejak bulan Mei 2001
dengan merek dagang Lippo Telecom yang saat itu masih fokus pada wilayah Jawa
Timur. Natrindo kemudian berhasil mendapatkan izin untuk wilayah nasional dan
diakuisisi oleh Maxis Communicatiion dengan masing-masing sebesar 51% pada
bulan Januari 2005 dan 44% pada bulan April 2007. Pada bulan Juni 2007, Saudi
Telecom Company mengakuisisi 51 persen saham Natrindo yang dimiliki Maxis,
sehingga saham Maxis di Natrindo hanya tinggal 44 persen. Saat ini, Natrindo sedang mengembangkan
jaringan 2G dan 3G-nya ke beberapa wilayah lain di Indonesia. Pada tanggal 7
Juni 2011, berdasarkan persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, nama badan hukum perusahaan AXIS diubah dari PT Natrindo Telepon Seluler
menjadi PT AXIS Telekom Indonesia. Meskipun berubah nama, AXIS menjelaskan
bahwa informasi rincian seperti alamat, nomor telepon perusahaan hingga NPWP
akan tetap sama.
Saat
pertama kali diluncurkan pada April 2008, Axis sudah menjangkau 80 persen populasi
di Indonesia, meliputi Jawa, Bali, Lombok, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Kini layanan AXIS sudah tersedia di lebih dari 400 kota di seluruh Indonesia
dan diklaim sebagai empat besar operator di Indonesia dengan jangkauan terluas. Saat ini AXIS hadir dengan produk-produk
seperti AXIS, AXIS Pro, AXIS Gaul, AXIS Blackberry Fun untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia dalam bidang komunikasi dan jaringan internet. Pada 26
September 2013, Axis diakuisisi oleh XL. Saham Axis diambil alih sebanyak 95
persen
Proses
akuisisi-merger PT XL Axiata dengan PT Axis Telekom Indonesia sudah selesai
dilakukan secara hukum. Presiden Direktur XL
Hasnul Suhaimi menjelaskan bahwa proses integrasi antara XL dan Axis
telah selesai, bahkan proses penyelesaiannya pun lebih cepat dibandingkan rencana
awal yang telah ditetapkan.
Jika
dilihat dari segi sudut teori bahwa proses penggabungan yang sebenarnya
menunjukkan adanya konsistensi teori, bahwa salah satu keuntungan melakukan
proses merger adalah cepatnya proses, sebagaimana diungkapkan oleh Sudomo,
bahwa pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding
pengambilalihan yang lain (Harianto dan Sudomo, 2001)
Terlepas
dari salah atau tidaknya atas tindakan hukum kegiatan XL melakukan merger
dengan Axis, pada pembahasan ini hanya melihat dari kajian teori merger dan
akuisisi. Berdasarkan hasil kajian dari
Agus Gede Santika Subawa dan Ni Nyoman Mas Aryani dari Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum
Universitas Udayana menyimpulkan bahwa Meger XL Axiata dengan Axis Telecom
Indonesia berindikasi sebagai merger yang dilarang karena melanggar UU No. 5
Tahun 1999 yaitu Pasal 28 (1) dan Pasal 17, selain itu juga melanggar ketentuan
Pasal 25 (1) PP No. 53 Tahun 2010. Namun dalam tulisan ini tidak dikajian dan
diperdalam.
Bila
dikaji alasan mengapa XL mau membeli AXIS, kalau dilihat dari kondisi yang ada
perusahaan mencoba membuat perluasan usahanya yaitu dengan cara diversifikasi,
alasan ini adalah pendorong bagi perusahaan yang ingin memiliki jenis usaha
yang lebih besar tanpa harus melakukan dari awal. Dengan diversifikasi maka
resiko yang harus dihadapi atas suatu saham dapat dikompensasi oleh saham yang
lain. Dengan demikian resiko secara keseluruhan menjadi lebih kecil.
Keberhasilan menyelesaikan proses integrasi antara XL dan Axis dengan hasil
selesainya key milestones seperti migrasi sistem billing,karyawan, distribusi
dan juga trafik dan jaringan. Semua ini telah dilakukan dengan minimnya halangan
yang menggangu operasi.
Sebelumnya
XL telah memutuskan untuk menjual sebagian dari total portofolio menara mereka,
atau tepatnya sebanyak 3.500 menara kepada PT Solusi Tunas Pratama Tbk. seharga
Rp 5,6 triliun. Hal ini memberikan manfaat pada XL karena dapat lebih berfokus
pada layanan utama. Dana yang diperoleh juga akan digunakan untuk melakukan
pembayaran hutang XL dan mencapai struktur modal perusahaan yang lebih baik.
Penggabungan XL dan Axis beberapa waktu lalu membuat perusahaan memiliki total
sekitar 68,5 juta pelanggan yang harus dilayani. Keduanya bergabung setelah XL
melakukan transaksi pembelian Axis dengan harga US$ 865 juta atau sekitar Rp
9,5 triliun.
Melihat
kondisi atas, memperlihatkan bahwa kedua perusahaan setelah melakukan merger terjadinya penggabungan aset-aset yang
dimiiliki 2 perusahaan menjadi 1 pemilik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Christopher bahwa penggabungan bersama dua perusahaan menjadi satu bisnis
menurut basis yang disetujui semua pihak oleh manajemen perusahaan dan pemegang
saham (Christopher, 2006) kajian lain pula memjelaskan bahwa pegabungan atau
merger adalah suatu proses penggabungan dua perusahaan atau lebih dimana
perusahaan pengambil alih akan tetap berdiri sedangkan perusahaan yang diambil
alih akan lenyap. Pihak yang masih hidup dalam atau yang menerima merger dinamakan
surviving firm atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm).
Sementara
itu perusahaan yang berhenti dan bubar setelah terjadinya merger dinamakan
merged firm. Surviving firm dengan sendirinya memiliki ukuran yang semakin
besar karena seluruh aset dan kewajiban dari merger firm dialihkan ke surviving
firm. Perusahaan yang dimerger akan menanggalkan status hukumnya sebagai
entitas yang terpisah dan setelah merger statusnya berubah menjadi bagian (unit
bisnis) di bawah surviving firm. Dengan demikian merged firm tidak dapat
bertindak hukum atas namanya sendiri.
Dengan telah bergabungnya perusahaan XL dengan Axis maka sesuai dengan
kajian teori PT axis hilang dan PT XL pun berubah nama menjadi PT XL Axiata .
Kalau
dilihat dari segi motif merger, PT XL Axiata melakukan merger didasarkan pada
motif ekonomi, artinya bahwa penggabungan perusahaan dilakukan karena melihat
pangsa pasar axis cenderung cukup luas sehingga kalau dimerger akan menambah
kekayaan PT XL. Bentuk merger dilakukan dengan cara horisontal karena mereka
merupakan dua perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama.
Namun
yang menarik dengan adanya merger dua perusahaan ada perusahaan lawan yang
merasa diuntungkan dalam hal ini perusahaan telekomunikasi PT Indosat Tbk. Jadi
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan merger dua perusahaan
salah satunya mengurangi jumlah pesaing bagi perusahaan yang membelinya, dan
menguntungkan pula bagi lawan usahanya karena pesaing mereka berkurang.
Kinerja
perusahaan XL setelah proses penggabungan akan tertekan karena harus membayar
hutang-hutang PT Axis, Namun perseroan berusaha menjaga pendapatan usaha/top
line dan laba/ bottom line tetap positif pada tahun ini. Pendapatan usahanya
ditargetkan tumbuh sekitar 6%-8%, turun dari pertumbuhan tahun lalu yang
8%-9%.. Pascamerger, diestimasi pendapatan usaha perseroan tercatat Rp 25,07
triliun dengan laba bersih Rp 547 miliar. Berdasarkan data yang dihimpun IFT,
ada dua skenario kinerja XL Axiata yakni dengan merger Axis dan tanpa merger.
Di skenario dengan merger, pada 2014 pendapatan usaha XL Axiata tercatat Rp
25,07 triliun. Sementara laba bersih Rp 547 miliar, turun lebih dari 60%
dibandingkan kuartal III 2013 yang Rp 547 miliar. Sedangkan di skenario tanpa merger,
pendapatan usaha diprediksi Rp 22,9 triliun dengan laba bersih Rp 2,01
triliun. Dengan merger, pendapatan
usaha perseroan selama lima tahun ke
depan diproyeksikan tumbuh secara rata-rata 8,4% per tahun. Pertumbuhan ini
lebih besar dibandingkan dengan proyeksi pendapatan untuk periode sama tanpa
merger, yang rata-rata hanya naik 7,2% per tahun. Dengan demikian dengan
dilakukannya merger menunjukkan perusahaan ada kenaikan ukuran kinerja.
5.
KESIMPULAN
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan akan melakukan merger
apabila perusahaan yang akan dibelinya memiliki potensi untuk dapat
meningkatkan keuntungan. Alasan PT XL merger dengan Axis karena PT Axis
memiliki pangsa pasar yang cukup luas, sehingga kalau digabung akan menambah
keuntungan perusahaan PT XL. Motif merger yang dilakukan PT XL adalah motif
ekonomi horizontal dengan bentuk diversifikasi. Yang diuntungkan dengan adanya
merger XL dengan Axis selain perusahaan TP XL sendiri yaitu dengan berkurangnya
pesaing juga menguntungkan lawannya yaitu PT Indosat. Bergabungnya PT XL dengan PT Axis dapat meningkatkan
kinerja Perusahaan.
CONTOH KASUS
Persaingan
usaha sudah dirasakan semakin ketat. Memasuki era pasar bebas, persaingan usaha
diantara perusahaan terus menjadi bahan pemikiran para pemegang kebijakan.
Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi
perusahaan agar dapat bertahan, berdaya saing bahkan lebih berkembang. Untuk
itu perusahaan perlu mengembangkan suatu strategi yang tepat agar perusahaan
bisa mempertahankan eksistensinya dan memperbaiki kinerjanya. Kinerja yang baik
akan mendorong atas pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan sendiri merupakan
tujuan dan esensial bagi keberhasilan dan kehidupan banyak perusahaan.
Pertubuhan perusahaan dapat bersifat internal dan eksternal. Pertumbuhan
perusahaan dapat dilakukan oleh perusahaan dengan cara penggabungan. Salah satu
usaha untuk menjadi perusahaan yang besar dan kuat adalah melalui penggabungan
usaha atau yang biasa disebut merger dan akuisisi. Penggabungan usaha dilakukan
atas dasar pertimbangan hukum, perpajakan atau alasan lainnya. Menurut Hartono
(2003) akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan didasari oleh beberapa alasan
antara lain economic of scale, memperbaiki manajemen, penghematan pajak,
diversifikasi, dan meningkatkan corporate growth rate. Economic of scale
maksudnya adalah perusahaan harus berusaha mencapai skalai operasi dengan biaya
rata-rata terendah. Skala ekonomi bukan hanya dalam artian proses produksi saja
melainkan juga dalam bidang pemasaran, personalia, keuangan serta administrasi.
Penggabungan
usaha dapat dilakukan dengan cara internal yaitu penggabungan yang dilakukan
dengan cara memperluas kegiatan usaha yang ada sedangkan penggabungan secara
eksternal adalah dilakukan dengan cara membeli perusahaan yang sudah ada oleh
perusahaan yang sudah besar.
Perubahan-perubahan
yang terjadi setelah perusahaan melakukan merger biasanya nampak pada kinerja
perusahaan dan penampilan finansial. Untuk menilai keberhasilan merger dapat dilihat
dari kinerja perusahaan.
Pada
dasarnya ketika perusahaan sudah melakukan merger tentu akan mengelami
keuntungan bagi perusahaan yang melakukannya dan itu merupakan tujuan utama
penggabungan. Namun ternyata di lapangan terlah terjadi penggabungan dua
perusahaan itu justru yang mengalami keuntungan adalah perusahaan pesaing.
Kondisi seperti ini terjadi pada perusahaan telekomunikasi dimana telah terjadi
proses merger PT XL dengan PT Axix tetapi yang mengalami keuntungan PT Indosat
Tbk sebagai pesaing mereka.
Sebagaimana diklaim oleh direktur
PT Indosat bahwa dengan dimergernya Axis oleh XL, PT Indonsat Tbk diuntungkan
dengan bertambahnya pelanggan yang berdampak pada keuntungan hal ini dibuktikan
dengan bertambahnya pengguna IM3 setelah proses itu dilakukan.
Melihat kenyataan ini tentu kalau dikaji
dari segi teori bahwa perusahaan akan dimerger atau diakuisisi apabila akan
menghasilkan keuntungan, terlepas dari motif ekonomi maupun non ekonomi tetapi
pada kenyataanya justru yang diuntungkan pihak pesaing, maka dari itu penulis
mencoba mengkaji sejauh mana peran merger dan akuisisi yang dilakukan oleh PT
XL kepada PT Axis dalam meraih keuntungan.
Comments
Post a Comment